Posted on

RI dan Filipina Sepakat Tingkatkan Perdagangan Bilateral

Pemerintah Indonesia dan Filipina sepakat memperkuat hubungan perdagangan dan investasi antara kedua negara. Kesepakatan tersebut dicapai dalam pertemuan bilateral antara Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dengan Menteri Perdagangan dan Industri Filipina Ramon M Lopez beserta Menteri Pertanian Filipina Emmanuel Pinol di Manila, Filipina, Senin (1/4).
Dalam pertemuan bilateral tersebut, keduanya membahas penerapan Special Agricultural Safeguard (SSG) untuk ekspor produk kopi instan Indonesia yang telah diberlakukan Filipina sejak Agustus 2018.
Adanya kebijakan ini sebelumnya sempat dikeluhkan pengusaha makanan minuman karena kerugian yang ditimbulkan cukup besar. PT Mayora Indah Tbk misalnya, mengaku menderita kerugian hingga US$ 16 juta atau setara Rp 225 miliar akibat kebijakan tersebut.
Selain itu, Indonesia dan Filipina setuju untuk melakukan reaktivasi terhadap Joint Working Group (JWG) guna membahas isu-isu perdagangan bilateral kedua negara. Dalam waktu dekat juga akan dibentuk t echnical working group on palm bersama dengan Filipina dan Malaysia.
Menurut catatan Kemendag pada 2018, total perdagangan bilateral Indonesia dan Filipina mencapai US$ 7,7 miliar, dengan nilai ekspor Indonesia sebesar US$ 6,8 miliar dan impor Indonesia sebesar US$ 0,9 miliar.
Untuk periodeJanuari 2019, surplus neraca perdagangan RI terhadap Filipina tercatat sebesar US$ 465,24 juta atau meningkat 19,2% bila dibandingkan dengan surplus pada Januari 2018. Ekspor Indonesia ke Filipina sebagian didominasi produk mesin dan bagiannya, serta komponen mesin yang mendukung produksi dalam negeri dan ekspor Filipina ke Amerika Serikat (AS), Hong Kong, Jepang, Tiongkok, Singapura, Jerman, Thailand, dan Korea Selatan. References :
KATADATA.CO.ID

Posted on

Perdagangan Bilateral Indonesia dengan AS

KEMENTERIAN Perdagangan (Kemendag) menargetkan perdagangan bilateral antara Indonesia dan beberapa negara ditingkatkan secara besar-besaran.

Perdagangan Indonesia dan Amerika Serikat (AS) ditargetkan mencapai US$50 miliar dalam beberapa tahun ke depan. Demikian juga dengan India dan Korea Selatan.

Tahun lalu, total perdagangan bilateral Indonesia-AS mencapai sekitar US$29 miliar. Kami sepakat untuk meningkatkan target perdagangan bilateral antara Indonesia dan AS sebesar US$50 miliar, ujar Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kemendag, Kasan, di Jakarta, kemarin.

Perdagangan bilateral dengan India diprediksi mencapai US$50 miliar pada 2025 dan Korea Selatan sebesar US$30 miliar pada 2022.

Peningkatan target perdagangan tersebut dilakukan Kemendag dalam rangka meningkatkan hubungan perdagangan bilateral dengan negara-negara mitra dagang utama.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menekankan kepada sejumlah menteri dan kepala lembaga untuk terus melakukan terobosan kebijakan di bidang investasi dan ekspor.

Presiden berkali-kali juga menyampaikan bahwa ekspor dan investasi ialah kunci bersama dalam menyelesaikan neraca perdagangan dan defisit neraca transaksi berjalan. Jokowi juga berharap kebijakan soal investasi dan ekspor berbentuk konkret dan dapat diimplementasikan.

Di sisi lain, pemerintah menargetkan hingga akhir 2019 akan ada 10 perjanjian perdagangan yang diselesaikan. Ke-10 perjanjian itu meliputi Indonesia-Iran PTA, Indonesia-Mozambik PTA, Indonesia-Turki CEPA, Indonesia-Tunisia PTA, Indonesia-Japan EPA, Indonesia-Korea CEPA, Regional Comrehensive Economic Partnership, Indonesia-European Union CEPA, ASEAN-Australia-Selandia Baru FTA, dan ASEAN-India FTA.

Adapun selama 2015 hingga semester I 2019, pemerintah telah menyelesaikan tujuh kesepakatan dagang dengan Cile, Palestina, Pakistan, Australia, dan EFTA. Dua lainnya merupakan perjanjian yang melibatkan ASEAN dengan Hong Kong dan Jepang.

Dengan demikian, dalam lima tahun terakhir, akan ada 17 perjanjian dagang yang akan dirampungkan. Jumlah tersebut sangat jauh meningkat jika dibandingkan dengan capaian yang diraih dalam 11 tahun terakhir.

Selagi menunggu proses ratifikasi, para pelaku usaha bisa mulai melakukan pembangunan untuk mendorong kinerja ekspor ke negara-negara mitra yang telah memiliki perjanjian dagang dengan Indonesia.

References :
MEDIAINDONESIA.COM

Posted on

Indonesia dan Rusia Perkuat Kerja Sama Bilateral Ekonomi

Pemerintah RI berkomitmen meningkatkan kerja sama bilateral yang saling menguntungkan dengan Pemerintah Federasi Rusia , yang mencakup tiga pilar.

Hal itu antara lain politik dan keamanan, ekonomi , perdagangan dan investasi serta sosial budaya.

Selain pertemuan bilateral resmi antara pejabat pemerintah, hubungan ramah tamah dan produktif pun dijalankan sebagai bagian dari hubungan yang dinamis di antara sektor swasta dan masyarakat lokal.

Kedua pihak juga berkomitmen untuk memajukan proyek pengembangan dan investasi strategis di berbagai sektor seperti infrastruktur, energi, dan transportasi, yang melibatkan hubungan bisnis, regional, dan orang–orang di kedua negara.

Sementara itu, pertukaran orang-ke-orang dan pertukaran budaya antara kedua negara juga telah menguat selama bertahun-tahun.

Terlebih, peluncuran operasional penerbangan langsung Rossiya Airlines dengan rute Moskow ke Bali telah meningkatkan jumlah wisatawan Rusia hingga 24,4 persen pada Februari 2019, dibandingkan dengan periode sama dua tahun lalu.

Kedua negara juga aktif dalam upaya bersama untuk memperkuat stabilitas dan kemakmuran kawasan. Melalui Hubungan Dialog ASEAN- Rusia dan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia Timur dan bersama dengan ASEAN serta mitra regional lainnya.

Selain itu, Indonesia juga berharap untuk membangun perjanjian perdagangan bebas dengan Eurasian Economic Union (EAEU) untuk memperluas akses pasar ke wilayah tersebut.

Pemerintah Indonesia dan Rusia pun tengah mempersiapkan sejumlah kegiatan dalam rangka menyambut peringatan 70 tahun hubungan bilateral RI-Rusia yang jatuh pada 3 Februari 2020.

Di hadapan ratusan tamu undangan Indonesia dan Rusia, Darmin mengucapkan selamat Hari Nasional kepada Federasi Rusia serta harapan agar kedua negara terus memperkuat hubungan kerjasama.

Sebelumnya, proses negosiasi imbal dagang alias barter dengan Rusia masih berjalan. Rencananya, imbal dagang dilakukan untuk membeli pesawat tempur Sukhoi Su-35 yang ditukar dengan sejumlah komoditas di dalam negeri.

Dia mengatakan proses negosiasi masih terus berlangsung antara Indonesia dan negeri Beruang Merah tersebut. Terakhir kedua belah pihak telah membuat grup diskusi untuk membahas kelanjutan rencana tersebut.

Dalam kelompok tersebut akan disusun komoditas apa saja yang diinginkan Rusia. Juga disusun mekanisme imbal dagang Indonesia dan Rusia.

Pemerintah Indonesia serius mem‎barter komoditas perkebunan lokal dengan pesawat tempur Sukhoi Su-35 buatan Rusia

References :
WWW.LIPUTAN6.COM

Posted on

Menlu RI kunjungi Polandia untuk Tingkatkan Perdagangan Bilateral

Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi telah melakukan kunjungan kerja ke Warsawa, Polandia, pada 13-14 September 2019 untuk meningkatkan perdagangan dengan mitra dagang terbesar Indonesia di Eropa Tengah itu. Pada Jumat (13/9),
Menlu RI melakukan tiga kegiatan utama yaitu pertemuan bilateral dengan Menlu Polandia Jacek Czaputowicz, memberikan kuliah umum di Polish Institute of International Affairs, dan pertemuan dengan sejumlah CEO terkemuka Polandia dalam format working dinner.
Dalam pertemuan dengan Menlu Polandia, Menlu Retno membahas sejumlah isu yang menjadi perhatian bersama, diantaranya peningkatan perdagangan, investasi dan pariwisata, demikian keterangan tertulis Kemlu RI, Minggu.
Kedua menlu sepakat memperkuat hubungan yang saling menguntungkan masyarakat kedua negara, terutama menjelang Perayaan 65 Tahun Hubungan Diplomatik RI-Polandia pada 2020. Di sisi lain, Menlu Polandia menekankan bahwa Indonesia merupakan mitra terpenting Polandia di Asia Tenggara.
Ia pun menyampaikan apresiasi terhadap berbagai capaian pembangunan di seluruh kawasan Indonesia. Dalam pertemuan ini, Menlu RI secara khusus meminta dukungan Polandia untuk produk sawit Indonesia di Eropa.
Suasana pertemuan bilateral yang dipimpin Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi dan Menteri Luar Negeri Polandia Jacek Czaputowicz di Warsawa, Polandia, Jumat (13/9/2019). (Kemlu RI)
Kedua menlu juga membahas perkembangan situasi global, utamanya terkait perdagangan internasional, perdamaian di kawasan Timur Tengah, dan gagasan Indonesia tentang Indo-Pasifik. Secara khusus, Menlu Retno meminta Polandia untuk mendukung gagasan pembentukan Indonesia-Visegrad Forum, wadah kemitraan Indonesia dengan empat negara di Eropa Tengah, yakni Polandia, Hongaria, Ceko dan Slovakia.
Menlu Retno juga berkesempatan untuk memberikan kuliah umum di hadapan para akademisi dari Polish Institute of International Affairs mengenai konsep kerja sama Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik (ASEAN Outlook on the Indo-Pacific), serta hubungan bilateral RI-Polandia.
Memanfaatkan kunjungannya di Warsawa, pada Sabtu (14/9), Menlu Retno memimpin rapat koordinasi dengan 14 kepala perwakilan RI di kawasan Eropa Tengah dan Timur. Rapat koordinasi yang untuk pertama kalinya dipimpin oleh Menlu RI ini ditujukan untuk mengkonsolidasikan diplomasi ekonomi RI ke wilayah yang merupakan pasar non-tradisional Indonesia.
Adapun fokus utama kunjungan Menlu RI ke Polandia adalah peningkatan kerja sama ekonomi bilateral. Baca juga: Starup Pendidikan Brainly di Krakow untuk anak Indonesia Polandia yang berpenduduk lebih dari 37 juta orang merupakan mitra dagang terbesar Indonesia di kawasan Eropa Tengah dengan nilai perdagangan bilateral mencapai 640 juta dolar AS. References :
WWW.ANTARANEWS.COM

Posted on

Kerjasama Perdagangan Bilateral dalam Mata Uang Lokal

Bank Negara Malaysia, Bangko Sentral ng Pilipinas, dan Bank of Thailand berkomitmen untuk menjalin kerja sama penyelesaian transaksi perdagangan bilateral dalam mata uang lokal atau local currency settlement framework.
Direktur Eksekutif Departmen Komunikasi Bank Indonesia Onny Widjanarko mengungkapkan komitmen 4 bank sentral tersebut disepakati di tengah rangkaian pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral se-ASEAN (ASEAN Finance Minister Central Bank Governors’ Meeting/AFMGM) pada hari ini (5/4) di Chiang Rai, Thailand.
Komitmen ini dituangkan dalam penandatanganan Letter of Intent (LOI) antara Benjamin E. Diokno, Gubernur Bangko Sentral ng Pilipinas dan Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia. Penandatanganan LOI antara Benjamin E. Diokno, Gubernur Bangko Sentral ng Pilipinas dan Nor Shamsiah binti Mohd Yunus, Gubernur Bank Negara Malaysia; dan Benjamin E. Diokno, Gubernur Bangko Sentral ng Pilipinas dan Veerathai Santiprabhob, Gubernur Bank of Thailand.
Bank Indonesia dan Bank of Thailand juga sepakat untuk mengeksplorasi kemungkinan perluasan cakupan LCSframework yang telah berjalan saat ini. Komitmen tersebut merupakan rangkaian pencapaian atas penandatanganan 2 (dua) Nota Kesepahaman antara Bank Indonesia-Bank Negara Malaysia dan Bank Indonesia-Bank of Thailand untuk mendorong penyelesaian transaksi perdagangan bilateral menggunakan mata uang lokal masing-masing negara pada tahun 2016.
Pada triwulan I /2019, total transaksi perdagangan melalui LCS menggunakan b”aht (THB) mencapai US$13 juta (setara Rp185 miliar), meningkat dibandingkan periode yang sama tahun 2018 sebesar US$7 juta (setara Rp96 miliar). Sementara untuk transaksi LCS menggunakan ringgit (MYR), transaksinya mencapai US$70 juta (setara Rp1 triliun), meningkat tajam dibandingkan periode yang sama tahun 2018 sebesar US$6 juta (setara Rp83 miliar).
BI meyakini kerangka kerja sama di antara empat negara ini akan mendorong penggunaan mata uang lokal lebih luas lagi dalam masyarakat ekonomi ASEAN dan mendorong perkembangan lebih lanjut pasar valuta asing dan pasar keuangan di kawasan dalam mendukung integrasi ekonomi dan keuangan yang lebih luas. References :
WWW.SURABAYAPAGI.COM

Posted on

Kerjasama Perdagangan Internasional

Satu perdebatan utama dalam kerjasama perdagangan internasional berkisar pada pertanyaan apakah suatu negara sebaiknya mengikuti kebijakan perdagangan bebas ataukah proteksionis. Suatu negara secara teoritis dapat memilih kebijakan perdagangan “Laissez Faire” sedemikian rupa sehingga tukar-menukar komoditi antar negara sama sekali tidak terhambat. Kondisi ini dikenal dengan perdagangan bebas (free trade). Atau, negara tersebut menciptakan segala macam aturan yang mematikan semua insentif untuk melakukan perdagangan antar negara. Ini disebut dengan kondisi autarki (autarky). Tetapi, dalam prakteknya tidak ada negara di dunia yang menempuh kebijakan-kebijakan ekstrem tersebut. kebijakan yang mereka pilih berada dalam spektrum di antara keduanya. Dalam spektrum tersebut, langkah-langkah yang ditempuh suatu negara menuju kondisi perdagangan bebas disebut dengan liberalisasi perdagangan. Upaya proteksionis sebaliknya merujuk pada langkah-langkah suatu negara untuk melindungi usaha domesatik dari tekanan persaingan internasional.

Argumen-argumen yang diusung baik oleh pendukung kebijakan perdagangan bebas maupun proteksionis dapat ditemukan dalam teori perdagangan. Pendukung kebijakan perdagangan bebas menekankan temuan (premise) teori bahwa perdagangan bebas akan meningkatkan efisiensi ekonomi dan karenanya menaikkan kesejahteraan nasional. Pendukung kebijakan proteksionis mengedepankan temuan lain yang menyatakan bahwa meski sebagian kelompok masyarakat memetik keuntungan dari perdagangan bebas, sebagian lain bisa menderita kerugian. Jumlah mereka yang merugi mungkin signifikan. Pendukung kebijakan proteksionis juga menyuarakan temuan teori bahwa kebijakan proteksionis pada kondisi tertentu bisa mendatangkan keuntungan bagi negara.

Perdebatan pro dan kontra perdagangan bebas ini tampaknya belum akan segera berakhir. hanya saja, momentum liberalisasi perdagangan akhir-akhir ini bertambah kuat. Kisah sukses ekonomi China yang membuka diri terhadap ekonomi (perdagangan) dunia sejak akhir tahun 1970-an, bergabung dalam kerja sama liberalisasi perdagangan multilateral WTO di tahun 2001, serta aktif dalam sejumlah kerjasama liberalisasi perdagangan bilateral dan regional membuka mata banyak negara di dunia akan besarnya manfaat yang bisa dipetik dari perdagangan bebas.

Pengalaman China merupakan contoh nyata bagaimana sutu negara pada dasarnya dapat melakukan upaya liberalisasi perdagangan secara unilateral atau pun melalui kerjasama plurilateral (bilateral, regional, dan multilateral) Namun upaya liberalisasi perdagangan secara uni lateral dalam banyak hal kurang mampu mendatangkan hasil yang diharapkan. It takes two to tango. Kecuali jika negara mintra dagang melakukan langkah liberalisasi yang sama, langkah liberalisasi secara unilateral ini rentan “dimanfaatkan ” oleh negara mitra dagang yang proteksionis atas beban kerugian negara yang melakukan liberalisasi. Perang dagang sangat mungkin muncul bila pihak yang dirugikan berupaya menekan kerugian dengan melakukan langkah proteksionis balasan. Hasil akhir sub-optimal bagi kedua belah pihak menjadi ujung dari perang dagang. Dari sini muncul pemikiran negara-negara untuk menjalin kerjasama perdagangan antar negara guna meraih hasil yang lebih optimal. Negara-negara tersebut sepakat untuk melakukan upaya liberalisasi perdagangan secara bersama-sama(plurilateral), non diskriminatif, dan timbal balik (resiprokal).

WTO dengan keanggotaan lebih dari 140 negara dewasa ini merupakan bentuk kerjasama liberalisasi perdagangan dalam tataran multilateral, bersifat non diskriminasi, dan resiprokal. Namun, upaya liberalisasi perdagangan di bawah payung WTO hingga kini berjalan lamban. SEbagai reaksi atas perkembangan ini, kerjasama liberalisasi perdagangan secara bilateral dan regional dalam beberapa tahun terakhir bermunculan seperti jamur di musim hujan. Isu kritis dalam hal ini adalah apakah kerjasama perdagangan bilateral dan regional dimaksud akan menjadi penghambat (stumbling block) atau justru sebaliknya pendorong (building block) bagi terciptanya perdagangan bebas dunia seperti yang dicita-citakan dari pembentukan WTO.